Saturday 28 February 2015

Pertumbuhan

Selesai latihan Lektor aku bergabung dengan tim Lektor misdinar, ternyata kami selesai bersamaan. Sejenak kami ambil waktu untuk sharing sambil melihat tukang - tukang pasang tenda. Lewat beberapa menit Romo kami datang dari misa lingkungan, bergabung dengan kami sambil mengamati tukang-tukang tersebut. Tiba-tiba Romo berkata; "Ati-ati nek masang tenda, ojo sampé kena tandhuran, angél lek nandhur". Sambil bergurau suster kami berkata; "Iya, lho betapa berharganya sebuah pertumbuhan". Selama perjalanan pulang aku terus memikirkan kata-kata suster, aku sangat tertarik dengan kalimat "Betapa berharganya sebuah pertumbuhan". Kata-kata "PERTUMBUHAN" terus bergema di telingaku. Sebuah pertumbuhan tentu didukung oleh suatu hal. Kita dari bayi tumbuh menjadi besar karena di rawat oleh orang tua, di beri makan dan minum; dari ASI hingga nasi. Bertumbuh dalam hal pengetahuanpun karena kita di sekolahkan dan belajar. Seperti tanaman, yang perlu di pupuk, di siram, ditambah tanah atau mungkin bila perlu kita pangkas karena ranting yang tidak berkembang dan daun-daun yang menguning, demikian pula hendaknya kita bertumbuh dalam hal Iman akan Allah. Setiap hari memupuk kehidupan Rohani dengan membangun relasi dengan Tuhan. Jika tumbuhan memerlukan makanan untuk bertumbuh, maka dalam kehidupan Rohani kita memerlukan DOA dan Firman. Apabila tanaman membutuhkan air sebagai minumannya, maka kita membutuhkan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai minuman Rohani kita (berbagi kasih pada orang yang memerlukan), atau tindakan tindakan positif yang dapat membangun pertumbuhan Iman kita akan Allah. Teruslah bertumbuh dalam Iman aka Allah dengan membangun relasi bersama-Nya melalui DOA, Firman, berbagi kasih dan kebaikan bagi setiap orang yang membutuhkan ***** Deus Caritas Est *****

Saturday 7 February 2015

Hidup penuh perjuangan

Sepanjang hari ini aku berpergian mengantar kakaku kemanapun ke beberapa tempat yang kami perlukan. Singkatnya aktifitas kami banyak di lapangan. Setelah semua urusan kami selesai, dalam perjalanan pulang kami melalui jalan yang padat merayap. Terkadang harus berjalan di antara Mobil yang sempit, terkadang pula berada di tepi jalan yang berbatuan, atau di tepian aspal yang bisa saja membuat kami terjatuh. Melihat caraku mengemudikan motor dan mencari jalan pintas, kakakku mengungkapkan "mbok ya jalan yang lurus-lurus aja, gak usah belok-belok" Suatu ungkapan yang terlontar dari mulutku; "hidup itu penuh perjuangan, Ci. Demikian juga saat ini kita berjuang menemukan jalan untuk kembali ke rumah." Aku mencoba merenungkan kata-kata "kembali ke rumah". Banyak sekali makna di balik kata ini, jika berhubungan dalam kehidupan rohani, "kembali ke Rumah" berarti kembali pada Kebenaran. Jika di ungkapkan dalam bahasa jawa "yo wis mestine mulih omah sa' wis-é lunga" (artinya: sudah semestinya kita pulang, setelah berpergian). Aku sangat tertarik memandang hal ini dari kehidupan rohani. Hidup yang kita jalani saat ini adalah sebuah perziarahan, sebuah perjalanan untuk kita "kembali ke Rumah/kembali pada Kebenaran." Kembali ke Rumah membutuhkan suatu perjuangan dalam kehidupan kita, terkadang kita menghadapi badai; melewati jalan yang berliku, dan berbatu; ada di tanah yang becek. Pada saat kita melewati semua itu Tuhan melihat apakah kita tetap setia atau tidak, sebab tidak selamanya untuk kembali ke Rumah kita menemukan jalan yang mulus, dan lurus yang membuat kita merasa nyaman. Tuhan tidak pernah menjanjikan perjalanan yang nyaman saat kita mengarungi sebuah kehidupan, akan tetapi Dia memberikan "Keselamatan" Akankah kita tetap setia saat berada dalam lintasan hidup yang membuat kita goyah? Akankah kita tetap berjuang melawan badai kehidupan dan berjalan bersama-Nya?